STANDART UNTUK BERFIKIR KRITIS



standar 1: kejelasan (clarity)
supaya bisa bersikap kritis terhadap pandangan atau pendapat orang lain, kita harus mendengar atau membaca pendapat orang itu. ini yang seringkali bermasalah. tidak jarang kita menemukan betapa pendapat orang tersebut sulit dimengerti. sebabnya bisa macam-macam. ada orang yang sulit mengemukakan pendapatnya karena tidak terampil dalam berkomunikasi. ada orang yang memang bodoh, tetapi yang lainnya lebih karena kemalasan atau ketidakpeduliaan. dengan kata lain, kejelasan (clarity) dalam mengemukakan gagasan atau pendapat menjadi salah satu standar berpikir kritis.
standar 2: presisi (precision)
ketepatan (presisi) dalam mengemukakan pikiran atau gagasan sangat ditentukan oleh bagaimana seseorang membiasakan dan melatih dirinya dalam mengobservasi sesuatu dan menarik kesimpulan-kesimpulan logis atas apa yang diamatinya tersebut. kemampuan presisi juga berhubungan dengan apa yang diistilah dengan close attention. “really valuable ideas can only be had at the price of close attention,” demikian charles s. pierce.
dalam kehidupan sehari-hari ada banyak bidang yang membutuhkan presisi. misalnya dalam bidang kedokteran, teknik, arsitektur, dan sebagainya. dalam pemikiran kritis pun dibutuhkan ketepatan. kemampuan mengamati dan menentukan apa yang sebenarnya sedang terjadi atau sedang dihadapi membutuhkan kemampuan presisi ini. misalnya, anda seorang dokter menghadapi pasien dengan gejala-gejala tertentu. anda harus dengan tepat mengatakan jenis penyakit apa yang diderita pasien tersebut plus alasan-alasannya.
standar 3: akurasi (accuracy)
keakuratan putusan kita sangat ditentukan oleh informasi yang masuk ke dalam pikiran kita. jika kita menginput informasi yang salah atau menyesatkan, maka jangan heran kita menghasilkan suatu putusan atau kesimpulan yang salah pula. misalnya, seorang pemimpin perusahaan memutuskan memecat karyawannya karena mendengar informasi yang salah dari karyawan lain bahwa karyawan yang dipecat itu melanggar kode etik perusahaan. seharusnya sang pimpinan memanggil dan menggali sendiri informasi dari karyawan tersebut dan informasi-informasi lainnya yang terkait. meskipun anda seorang yang sangat pintar, anda tetap bisa mengambil putusan yang keliru jika informasi yang anda dapatkan keliru.
orang yang selalu berpikir kritis tidak akan gegabah dalam mengambil putusan jika informasi-informasi yang dibutuhkan belum mencukupi. mereka yang terbiasa berpikir kritis tidak hanya menjunjung tinggi dan memberikan penilaian pada suatu kebenaran. mereka juga memiliki passion yang mendalam tentang keakuratan dan informasi-informasi yang tepat. socrates mengatakan bahwa hidup yang tidak direfleksikan tidak pantas untuk dihidupi tampaknya tepat untuk menggambarkan kemampuan berpikir kritis yang satu ini.
standar 4: relevansi (relevance)
yang dimaksud di sini adalah bagaimana kita memusatkan perhatian pada informasi-informasi yang dibutuhkan bagi kesimpulan berpikir kita, dan tidak membiarkan pikiran dikuasai, dikendalikan, atau dialihkan oleh informasi-informasi lain yang tidak relevan. misalnya, dalam sebuah debat politik mengenai boleh tidaknya menggusur sebuah gedung bersejarah untuk membangun supermarket. seorang politisi, misalnya, mengalihkan pembicaraan dari substansi permasalahan dengan mengatakan bahwa gedung tua itu temboknya sudah lapuk, catnya sudah mengelupas, dan tidak enak dipandang mata. gedung tua itu merusak pemandangan kota. cara berargumentasi seperti ini, jika diikuti hanya akan mengalihkan perhatian dari hal-hal yang substansial ke hal-hal yang sifatnya sekunder dan periferal.
bukankah debat-debat politik yang kita saksikan di televisi seringkali tidak mengandung relevansi logis?
standar 5: konsistensi (consistency)
apa yang kamu ketahui tentang konsistensi? mengapa konsistensi penting dalam berpikir kritis? mencari dan mempertahankan kebenaran menuntut adanya konsistensi sikap, baik dalam upaya terus menerus mencari kebenaran maupun membangun argument-argumen mengenai pengetahuan. kebenaran tidak pernah dicapai sekali untuk selamanya, dia harus terus dikejar dan diusahakan. tanpa sikap konsisten dalam mencari kebenaran mustahil memperoleh kebenaran. demikian pula sikap konsisten dalam membangun argumentasi yang adalah ekspresi pengetahuan subjek mengenai sesuatu. argumen yang jelas dan terpilah-pilah harus tetap dipertahankan, dan ini langsung memperlihatkan konsistensi dari si subjek yang berpikir kritis.
ada dua ketidakkonsistenan yang harus dihindari. pertama, inkonsistensi logis, dalam arti percaya atau menerima sebagai benar suatu materi tertentu yang tidak benar sebagian atau seluruhnya. kedua, inkonsistensi praktis, yakni diskrepansi antara perkataan dan perbuatan. orang yang konsisten harus memiliki sikap yang mencerminkan apa yang dikatakannya. hal ini akan nyata benar dalam pemikiran dan sikap moral.
seorang politikus yang gagal melaksanakan apa yang sudah dijanjikannya atau membual di televisi, seorang penceramah agama terkenal yang ketahuan memiliki istri simpanan, seorang artis yang mengkampanyekan penolakan terhadap narkotika tetapi terlibat sebagai pengguna, semuanya adalah kaum farisi dan munafik, mereka gagal menjadi orang-orang kritis bagi dirinya sendiri, tetapi juga memiliki karakter yang buruk secara moral.
standar 6: kebenaran logis (logical correctness)
coba pelajari kutipan berikut:
“kadang-kadang saya terkejut mendengar hujatan dari mereka yang mengira bahwa diri mereka adalah orang-orang kudus—misalnya para biarawati yang tidak pernah telanjang ketika mandi. ketika ditanya mengapa mereka melakukan hal demikian, padahal tidak seorang pun mengintip ketika mereka mandi, mereka menjawab, “o, anda lupa akan tuhan yang maha baik.” jelas mereka memahami tuhan sebagai orang yang suka mengintip (peeping tom), di mana kemahakuasaan-nya memampukan dia untuk mengetahui segala sesuatu, termasuk mengintip melalui dinding kamar mandi. cara pandang seperti ini sangat menggangu saya.” (bertrand russell, unpopular essay (new york: simon & schuster, 1950), hlm. 75-76.
apakah anda bisa menemukan ketidakbenaran logis dalam kutipan ini? dari kutipan ini kita bisa merumuskan beberapa premis, antara lain:
1.      allah mampu melihat segala sesuatu
dari sini para suster menarik kesimpulan secara benar, bahwa:
2.      allah melihat melalui tembok kamar mandi
meskipun demikian, para suster gagal menarik kesimpulan bahwa:
3.      allah juga melihat apa yang tersembunyi dalam pakaian para suster.
standar 7: keutuhan (completeness)
ini lebih berhubungan dengan rasa tidak puas pikiran kita ketika mencerna atau memahami suatu pemikiran. misalnya, kita membaca laporan investigasi koran atau majalah tertentu mengenai kejahatan kra putih (white collar crime). mungkin karena keterbatasan ruang atau data-data, kita sebagai pembaca merasa tidak puas dengan apa yang disajikan. reaksi pikirn kita ini wajar adanya, karena kita sadar betul, bahwa sesuatu akan menjadi lebih baik jika mendalam dan sebaliknya. pikiran kita akan mengapresiasi pemikiran-pemikiran yang mendalam lebhh dari sekadar basa-basi atau dibuat-buat.
standar 8: fairness
berpikir kritis menuntut kita agar memiliki pemikiran yang fair, dalam arti open minded, impartial, serta bebas distorsi dan praduga. memang agak sulit menghindari hal-hal demikian dalam pemikiran kita, tetapi kita harus menghindarinya kalau mau bersikap kritis. kita memang hidup dalam kebudayaan masyarakat yang menyenangi hal-hal bersifat gossip, dugaan, prasangka, stereotype, dan sebagainya yang ternyata sangat menyenangkan dan menghibur. tetapi kalau kita mau berpikir dan bersikap kritis, maka hal-hal seperti ini harus dihindari. jika tidak, pemikiran atau argumentasi yang kita bangun tidak akan objektif dan fair.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar